Laman

Kumpulan Doa seperti: Doa Qunut, Doa Doa Harian, Doa Tahniah , Doa Doa Nabi, Doa Sholat, dan Ayat-Ayat Al-Qur'an serta hadist Shohih

Contoh Naskah Khutbah Idul Adha (Hari Raya Qurban) 2019

Contoh Naskah Khutbah Idul Adha - Idul Adha (bahasa Arab: عيد الأضحى) adalah sebuah hari raya Islam. Pada hari ini diperingati peristiwa kurban, yaitu ketika Nabi Ibrahim (Abraham), yang bersedia untuk mengorbankan putranya untuk Allah, kemudian sembelihan itu digantikan oleh-Nya dengan domba. dibawah ini admin sajikan naskah khutbah idul adha yang bisa dijadikan referensi untuk anda dalam mempersiapkan materi tentang berkurban. Silahkan baca dengan seksama 

Contoh Naskah Khutbah Idul Adha

Untuj contoh naskah Khutbah idul Adha silahkan anda simak dibawah ini: 

MEMANFAATKAN KELEMAHAN MANUSIA UNTUK BERKURBAN 
Alhamdulillah merupakan pujian yang paling pantas kita panjatkan kehadirat Allah swt, karena dengan takdir-Nya kita dapat menjalankan sekaligus merasakan nikmatnya iedul adha dalam suasana yang tentram dan aman, walaupun sempat dibayangi keraguan ketika kita mengetahui adanya perbedaan hari dalam pelaksanaan iedul adha tahun ini, antara Indonesia dengan Arab Saudi. Namun atas dasar keilmuan terhadap sunah Nabi dan standar hisab kita tetap berpegang teguh terhadap hasil hisab yang telah ditetapkan sebelumnya, 
Peristiwa tersebut semakin mempertebal keyakinan kita bahwa apa pun yang terjadi dalam kehidupan manusia, hal itu merupakan takdir Allah yang terbaik. Oleh sebab itu, sudah sepantasnya bila pada hari ini kita bertakbir, bertasbih, mengagungkan asma Allah. 



ألله أكبر الله أكبر لا إله إلا الله هو الله أكبر الله أكبر ولله الحمد 

‘Aidin wal ‘aidat rahimakumullah 
Setiap manusia mempunyai kelemahan. Namun justru kelemahan inilah yang menyebabkan manusia berkembang dan berbahagia. Karena di balik kelemahan itu terdapat kemajuan, moderenisasi dalam bidang sosial, ekonomi, politik, dan teknologi, sehingga terjadi perubahan dipelbagai sektor kehidupan. 
Sejak zaman Nabi Adam hingga sekarang ini, manusia senantiasa berusaha untuk menghilangkan kelemahan dirinya juga kelemahan orang lain, agar mendapatkan kehidupan yang lebih nikmat dan terhormat. Namun karena sadar terhadap kelemahannya itu, manusia bisa berubah menjadi “makluk buas” yang berbahaya bagi sesamanya. Menjadikan orang lain sebagai korban hawa nafsunya. 
Islam mengajarkan umatnya agar senantiasa memperhatikan kelemahan dirinya juga kelemahan orang lain. Suatu saat ketika Rasulullah saw. hendak menyembelih kambing, para sahabat sibuk mencari dan memperhatikan kelemahan kawannya. Seorang sahabat menghadap Rasul seraya berkata “ya Rasulallah alayya dzabhuha-wahai Rasulullah biarlah saya yang menyembelihnya”. Melihat hal ini, sahabat yang lain tidak tinggal diam, lalu ia berkata, “alayya salhuha-biarlah saya yang mengulitinya”. Demikian pula sahabat yang lain berkata, “alayya thabkhuha-biarlah saya yang memasaknya”. Memperhatikan sikap para sahabatnya ini, Rasulullah memandang masih ada satu kelemahan yang harus ditutupi, karena itu beliau segera menutupinya dengan mengatakan, “alayya jam’ul hathabi-biarlah saya yang mencari kayu bakarnya”. 
Peristiwa ini menjadi ibrah bagi kita, bahwa sudah sepantasnya bila kaum muslimin memperhatikan kelemahan sesamanya. Setelah dipelajari, barulah ia menyingsingkan lengan baju untuk menutupi kelemahan itu menurut kemampuan masing-masing, baik dengan harta, tenaga, maupun pikiran. Dengan diketahuinya kelemahan orang lain, maka terbukalah lapangan yang luas untuk beramal salih, bertaqarrub kepada Allah dengan penuh ketakwaan. 
Apabila jiwa qurbani seperti ini tertanam pada setiap manusia, maka tidak perlu ada si miskin menangis, si faqir meringis, orang yang merasa terasingkan hidup di daerah terpencil, dan merasa kesepian hidup di kota metropolitan. 
Apabila jiwa qurbani seperti ini tetap segar dan mendarah daging pada diri tiap pemimpin, maka tidak akan ada pegawai negeri yang merasa kekurangan gaji, ibu rumah tangga berkeluh kesah, pemuda yang bejat moral dan kehilangan pegangan hidup serta masa depannya, sehingga masyarakat menjadi aman dan tentram. 
Namun sebaliknya, apabila jiwa qurbani tidak ada pada diri manusia, maka kelemahan orang lain bukan dijadikan modal untuk beramal salih melainkan dijadikan kesempatan dalam kesempitan, dijadikan korban hawa nafsunya, sehingga kehidupan penuh dengan kemunkaran. 
Aidin wal ‘aidat rahimakumullah 
Ketika Rasulullah saw. mendapatkan tugas amar ma’ruf nahi munkar, kaum jahiliah merasa tertutup ruang geraknya untuk memanfaatkan kelemahan orang lain, menguras keuntungan. Maka diutuslah Utbah bin Rabi’ah membawa misi untuk membujuk Rasul agar berhenti berdakwah, dengan memberikan ganti rugi apabila Rasul merasa rugi dengan berhentinya tugas itu. 
Mereka berani melakukan hal demikian, karena beranggapan bahwa bagaimana pun kuatnya seekor banteng tetap saja ada kelemahan, akan tunduk pada tuannya apabila dicocoki lubang hidungnya. Demikian pula halnya dengan Rasulullah. Maka Utbah membawa misi untuk menundukkan kelemahan Rasul, sehingga Rasul menuruti kehendak kaum jahiliah. 
Datanglah Utbah ke hadapan Rasul, kemudian ia meminta agar beliau menutup kegiatan dakwahnya, mengakhiri perjuangan menegakkan keadilan dan kebenaran, dicari-cari titik kelemahan beliau seraya menawarkan ganti rugi, 
“Inkunta innama bihadzal amri malan, jama’naka min amwalina hatta takuna aktsarana malan 
Jika dengan kegiatanmu itu sesungguhnya engkau mengharapkan harta, maka akan kami kumpulkan seluruh harta kami untukmu sehingga engkau menjadi orang yang paling kaya di antara kami.” 
Utbah berani menawarkan harta kepada rasul, karena ia memandang bahwa manusia lemah ketika berhadapan dengan harta. Karena kelemahan terhadap harta itu, manusia menjadi lupa akan kewajiban dan hakikat perjuangannya. 
Di samping itu Utbah pun berusaha menawarkan yang lainnya, “wainkunta turidu tasyrifan, sawwadnaka ‘alaina 
dan sekiranya engkau ingin mendapatkan kedudukan, akan kami angkat menjadi pemimpin kami.” 
“wain kunta turidu mulkan, mallaknaka ‘alaina 
dan jika engkau menghendaki jadi raja, kami angkat engkau menjadi raja.” 
Utbah berani menawarkan pangkat dan tahta sebab manusia lemah pula ketika menghadapi tahta. Demi tahta rela menyembunyikan kebenaran. 
Demikian pula manusia lemah pada saat menghadapi wanita. Karena lemahnya menghadapi wanita, maka manusia diperas dan diumpan dengan aneka ragam penampilan wanita. 
Tapi Rasul telah menjaga dirinya dengan perisai keimanan dan ketakwaan yang luar biasa, sehingga beliau tidak lemah lagi ketika berhadapan dengan harta, tahta, maupun wanita. Beliau menolak tawaran ganti-rugi dari Utbah dan tetap amar ma’ruf nahi munkar. Aidin wal ‘aidat rahimakumullah 
Hari ini kita akan menyaksikan kembali hewan kurban bergelimpangan. Darahnya mengalir memerahi bumi yang fana ini. Setelah menunaikan baktinya, mereka melepaskan nyawanya dengan memberi banyak manfaat kepada manusia. 
Sebelum disembelih, mereka penarik bajak di sawah atau gerobak dijalan. Sesudah disembelih, dagingnya jadi makanan manusia, kulitnya jadi pelindung kaki manusia, tulangnya jadi kancing baju manusia, segalanya bermanfaat. Mereka banyak berqurban dan membantu manusia. 
Kini rabalah diri kita, qurban apakah yang sudah dibaktikan kepada Allah. Qurban apakah yang sudah diberikan kepada sesama hamba Allah. 
Mudah-mudahan dengan Idul Adha ini kita dapat mengembalikan semangat dan jiwa qurbani sehingga mendarah daging pada diri kita masing-masing. 

الله يأخذ بأيدينا إلى ما في خير للإسلام والمسلمين 

أقول قولى هذا وأستغفر الله لي 



MEMBANGUN SEMANGAT BERKORBAN 
Memperhatikan perjalanan hidup kita sampai saat ini, sungguh banyak nasehat dan khutbah yang telah kita dengar, namun sebagian besar isi nasehat dan khutbah itu telah hilang dari ingatan. 
Nasihat agama, khutbah id, dan khutbah Jumat hanya sampai pada telinga, tidak menembus kalbu, tidak menjadi amal, bila didengar tanpa perhatian, tanpa taffakkur dalam pikiran. Itulah sebabnya, mendengarkan sesuatu yang wajib didengar sama berat dengan membiarkan sesuatu yang haram didengarkan. Kedua-duanya memerlukan usaha yang sungguh-sungguh. Sebab, bila perhatian tercurahkan pada kemaksiatan, maka kemasiatanlah yang akan sering didengar dan tidak pernah lepas dari ingatan. 
Setiap manusia mempunyai kelemahan. Namun justru kelemahan inilah yang menyebabkan manusia berkembang dan berbahagia. Karena di balik kelemahan itu terdapat kemajuan, moderenisasi dalam bidang sosial, ekonomi, politik, dan teknologi, sehingga terjadi perubahan dipelbagai sektor kehidupan. 
Sejak zaman Nabi Adam hingga sekarang ini, manusia senantiasa berusaha untuk menghilangkan kelemahan dirinya juga kelemahan orang lain, agar mendapatkan kehidupan yang lebih nikmat dan terhormat. Namun karena sadar terhadap kelemahannya itu, manusia bisa berubah menjadi “makluk buas” yang berbahaya bagi sesamanya. Menjadikan orang lain sebagai korban hawa nafsunya. 
Islam mengajarkan umatnya agar senantiasa memperhatikan kelemahan dirinya juga kelemahan orang lain. Suatu saat ketika Rasulullah saw. hendak menyembelih kambing, para sahabat sibuk mencari dan memperhatikan kelemahan kawannya. Seorang sahabat menghadap Rasul seraya berkata “ya Rasulallah alayya dzabhuha-wahai Rasulullah biarlah saya yang menyembelihnya”. Melihat hal ini, sahabat yang lain tidak tinggal diam, lalu ia berkata, “alayya salhuha-biarlah saya yang mengulitinya”. Demikian pula sahabat yang lain berkata, “alayya thabkhuha-biarlah saya yang memasaknya”. Memperhatikan sikap para sahabatnya ini, Rasulullah memandang masih ada satu kelemahan yang harus ditutupi, karena itu beliau segera menutupinya dengan mengatakan, “alayya jam’ul hathabi-biarlah saya yang mencari kayu bakarnya”. 
Peristiwa ini menjadi ibrah bagi kita, bahwa sudah sepantasnya bila kaum muslimin memperhatikan kelemahan sesamanya. Setelah dipelajari, barulah ia menyingsingkan lengan baju untuk menutupi kelemahan itu menurut kemampuan masing-masing, baik dengan harta, tenaga, maupun pikiran. Dengan diketahuinya kelemahan orang lain, maka terbukalah lapangan yang luas untuk beramal salih, bertaqarrub kepada Allah dengan penuh ketakwaan. 
Apabila jiwa pengurbanan seperti ini tertanam pada setiap manusia, maka tidak perlu ada si miskin menangis, si faqir meringis, orang yang merasa terasingkan hidup di daerah terpencil, dan merasa kesepian hidup di kota metropolitan. 
Apabila jiwa qurbani seperti ini tetap segar dan mendarah daging pada diri tiap pemimpin, maka tidak akan ada pegawai negeri yang merasa kekurangan gaji, ibu rumah tangga berkeluh kesah, pemuda yang bejat moral dan kehilangan pegangan hidup serta masa depannya, sehingga masyarakat menjadi aman dan tentram. 
Namun sebaliknya, apabila jiwa qurbani tidak ada pada diri manusia, maka kelemahan orang lain bukan dijadikan modal untuk beramal salih melainkan dijadikan kesempatan dalam kesempitan, dijadikan korban hawa nafsunya, sehingga kehidupan penuh dengan kemunkaran. 



Aidin wal ‘aidat rahimakumullah 
Ketika Rasulullah saw. mendapatkan tugas amar ma’ruf nahi munkar, kaum jahiliah merasa tertutup ruang geraknya untuk memanfaatkan kelemahan orang lain, menguras keuntungan.Maka diutuslah Utbah bin Rabi’ah membawa misi untuk membujuk Rasul agar berhenti berdakwah, dengan memberikan ganti rugi apabila Rasul merasa rugi dengan berhentinya tugas itu. 
Mereka berani melakukan hal demikian, karena beranggapan bahwa bagaimana pun kuatnya seekor banteng tetap saja ada kelemahan, akan tunduk pada tuannya apabila dicocoki lubang hidungnya. Demikian pula halnya dengan Rasulullah. Maka Utbah membawa misi untuk menundukkan kelemahan Rasul, sehingga Rasul menuruti kehendak kaum jahiliah. 
Datanglah Utbah ke hadapan Rasul, kemudian ia meminta agar beliau menutup kegiatan dakwahnya, mengakhiri perjuangan menegakkan keadilan dan kebenaran, dicari-cari titik kelemahan beliau seraya menawarkan ganti rugi, 
“Inkunta innama bihadzal amri malan, jama’naka min amwalina hatta takuna aktsarana malan 
Jika dengan kegiatanmu itu sesungguhnya engkau mengharapkan harta, maka akan kami kumpulkan seluruh harta kami untukmu sehingga engkau menjadi orang yang paling kaya di antara kami.” 
Utbah berani menawarkan harta kepada rasul, karena ia memandang bahwa manusia lemah ketika berhadapan dengan harta. Karena kelemahan terhadap harta itu, manusia menjadi lupa akan kewajiban dan hakikat perjuangannya. 
Di samping itu Utbah pun berusaha menawarkan yang lainnya, “wainkunta turidu tasyrifan, sawwadnaka ‘alaina 
dan sekiranya engkau ingin mendapatkan kedudukan, akan kami angkat menjadi pemimpin kami.” 
“wain kunta turidu mulkan, mallaknaka ‘alaina 
dan jika engkau menghendaki jadi raja, kami angkat engkau menjadi raja.” 
Utbah berani menawarkan pangkat dan tahta sebab manusia lemah pula ketika menghadapi tahta. Demi tahta rela menyembunyikan kebenaran. 
Demikian pula manusia lemah pada saat menghadapi wanita. Karena lemahnya menghadapi wanita, maka manusia diperas dan diumpan dengan aneka ragam penampilan wanita. 
Tapi Rasul telah menjaga dirinya dengan perisai keimanan dan ketakwaan yang luar biasa, sehingga beliau tidak lemah lagi ketika berhadapan dengan harta, tahta, maupun wanita. Beliau menolak tawaran ganti-rugi dari Utbah dan tetap amar ma’ruf nahi munkar. Aidin wal ‘aidat rahimakumullah 
Hari ini kita akan menyaksikan kembali hewan kurban bergelimpangan. Darahnya mengalir memerahi bumi yang fana ini. Setelah menunaikan baktinya, mereka melepaskan nyawanya dengan memberi banyak manfaat kepada manusia. 
Sebelum disembelih, mereka penarik bajak di sawah atau gerobak dijalan. Sesudah disembelih, dagingnya jadi makanan manusia, kulitnya jadi pelindung kaki manusia, tulangnya jadi kancing baju manusia, segalanya bermanfaat. Mereka banyak berqurban dan membantu manusia. 
Kini rabalah diri kita, qurban apakah yang sudah dibaktikan kepada Allah. Qurban apakah yang sudah diberikan kepada sesama hamba Allah. 
Mudah-mudahan dengan Idul Adha ini kita dapat mengembalikan semangat dan jiwa qurbani sehingga mendarah daging pada diri kita masing-masing. 

Paradigma 
Perubahan paradigma manajemen harus diawalli oleh suatu keyakinan bahwa setiap perubahan yang terjadi hendaknya berawal dari kekuatan diri sendiri dan bukan berawal dari kekutan dunia luar. Kekuatan dari dalam dirilah yang akan mendorong kita menuju perbaikan. Oleh karena itu, seluruh komponen bangsa harus segera membersihkan hati dan jiwa agar dapat menghilangkan ketergantungan kepada kekuatan luar. Allah swt. pun tidak akan pernah mengubah nasib sebuah kaum apabila mereka ssendiri tidak berusaha mengubah dirinya (ar-Ra’d:11). 
“Sesugguhnya Alah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum sehingga mereka mengubah keadaanyang ada pada diri mereka sendiri. Dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum, maka tak ada yang menolaknya; dan sekali-kali tak ada pelindung dari mereka selain dia.” ( ar-Ra’d: 11) 
tidak akan mungkin terjadi perubahan yang signifikan selama bangsa ini didukung oleh sikap mental yang tidak percaya terhadap kekuatan sendiri. Bantuan dari pihak luar bukanlah segala-galanya. Bantuan luar bukan merupakan faktor utama kebarhasilan pembangunan. Tidak pernah ada dalam kamus sejarah, suatu bangsa akan maju hanya dengan mengandalkan bantuan pihak asing. Bahkan, bila suatu masyrakat senang berutang dan mengandalkan utang luar negri semata sebagai modal pembangunannya, maka masyarakat tersebut akan selalu di intervensi dan dikendalikan kekuatan luar, sehingga Rasulullah saw. pun sangat menghawatirkan berjangkitnya penyakit senang berutang. Dalam salah satu do’a, sebagaimana diriwayatkan Imam Bukhari dan Muslim, Rasulullah memohon kepada Allah, 
“ya Allah, aku berlindung kepadamu dari lemah pendirian, sifat malas, penakut, kikir, hilangnya kesadaran, terlilit utang dan dikendalikan orang lain. Dan aku berlindung kepadau dari siksa kubur, dan dari fitnah (ketika) hidup dan mati.” ( HR. Bukhari dan Muslim) 
perubahan paradigma juga harus ditopang oleh kesadaran untuk membangun kekuatan tim atau jama’ah. Sebuah masalah tidak dapat diselesaikan hanya dengan mengandalkan kekuatan orang per orang. Kita membutuhkan team work yang kuat, dimana semua potensi yang ada dapat dipadukan dan disinergikan. 
“dan orang-orang yang beriman, lalaki dan perempuan, sebagian merka (adalah) menjadi penolong bagi sebagian yang lain. Mereka menyuruh mengerjakan yamg makruf, mencegah dari yang munkar, mendirikan salat, menunaikan zakat, dan mereka taat kepada Allah Maha perkasa lagi Maha bijaksana.” (at-Taubah: 71) 
“sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berperang dijalannya dalam barisan yang teratur seakan-akan mereka seperti suatu bangunan yang tersusun kokoh.” (ash-Shaff:4) 
team work yng kuat ini akan muncul ketika diikat oleh koridor-koridor sebagai berikut. 
Pertama, harus ada sikap tafahum, yaitu sikap saling memahami kelemahan dan kekuatan masing-masing. Hendaknya kelemahan yang satu ditutupi oleh kekuatan yang lain, sehingga masing-masing akan saling melengkapi dan saling memperkuat, bukannya justru saling melemahkan dan menjatuhkan. 
Kedua, harus ada semangat untuk berkorban (tadh-hiyyah) terutama bagi kepentingan umat. Tanpa ada pengorbanan yang sungguh-sungguh, maka upaya perbaikan hanya akan menjadi suatu yang sia-sia saja. Pengorbanan ini terutama harus dicontohkan oleh para pemimpin dan kaum elit bangsa dengan mempraktikan perilaku hidup sederhana dan bersih dari unsur korupsi. 
Ketiga, harus ada upaya saling menasehati (taushiyah). Nasihat ini sangat penting agar proses perbaikan dan perubahan yang dilakukan dapat berjalan sesuai dengan rel yang dicita-citakan. Taushiyah dilakukan dalam kontek kebenaran, keadilan, dan kejujuran, yang dilandasi oleh kesabaran dan kesungguhan untuk mau berubah. Budaya taushiyah ini merupakan bentuk kontrol terhadap perilaku kita. Tanpa ada kontrol, kita akan terjebak pada perilaku yang lebih mengutamakan kepentingan diri sendiri. Taushiyah pun harus dilaksanakan dengan penuh kasih sayang (taushiyah bil marhamah, perhatikan al-Balad: 17 dan al-Ashr: 3), bukan diliputi dengan penyakit kebencian dan balas dendam. 



“ Dan dialah orang-orang yang beriman dan saling berpesan untuk bersabar dan saling berpesan untuk berkasih sayang.” (al-Balad: 17) 
“Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya menaati kebenaran dan nasihat menasihati supaya menetapi kebenaran.” (al-Ashr:3) 
keepat adalah dikembangkannya budaya ishlah, yaitu saling mendamaikan dan memberi maaf ketika terjadi berbagai konflik yang mengarah kepada pertentangan dan perpecahan yang merugikan. 

Demikianlah  Idul Adha, yang bisa admin sajikan ksempatan kali ini mudah-mudaha bermanfaat dan sedikitnya biubisa jadi referensi buat anda semuanya...
Facebook Twitter Google+
Back To Top