Laman

Kumpulan Doa seperti: Doa Qunut, Doa Doa Harian, Doa Tahniah , Doa Doa Nabi, Doa Sholat, dan Ayat-Ayat Al-Qur'an serta hadist Shohih

Bacaan Doa Niat Puasa Rajab, Arafah, Senin Kamis, Daud, Ramadhan

Niat Puasa Rajab - Sahabat yang Budiman Kali ini admin akan sedikit berbagi informasi mengenai Bacaan Niat Puasa dan Doa Puasa. Yang akan dibahas kali ini adalah puasa Rajab, Hukum Puasa Rajab dan Doa Buka Puasa.  Bulan rajab adalah bulan ke tujuh dari tanggalan hijriyah.  Rasulluah Saw juga mengajarkan kita untuk berdoa Disetiap Bulan Ketika Melihat Hilil masuk tanggal 1 Hijriyyah begitu juga ketika masuk 1 satu bulan rajab, Dibulan Rajab Peristiwa Isra Mi’raj Nabi Muhammad shalallah ‘alaih wasallam  di mana beliau menerima perintah salat lima waktu. Ada sebagian dari kita yang mengamalkan Bacaan Niat Puasa  Puasa Rajab, Arafah, Senin Kamis, Daud, Ramadhan,

Bacaan Doa Niat Puasa Rajab 

Yang Harus Kita Ketahui - Bulan Rajab adalah salah bulan Haram (suci) sebagaimana Firman Allah Ta’ala terkait dengannya:



إِنَّ عِدَّةَ الشُّهُورِ عِنْدَ اللَّهِ اثْنَا عَشَرَ شَهْراً فِي كِتَابِ اللَّهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالأَرْضَ مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ فَلا تَظْلِمُوا فِيهِنَّ أَنْفُسَكُمْ (سورة التوبة: 36)

"Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah adalah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kamu menganiaya diri kamu dalam bulan yang empat itu.” (QS. At-Taubah: 36)

Bulan-bulan Haram adalah Rajab, Dzulqaidah, Dzulhijjah dan Muharram.

Diriwayatkan oleh Bukhari, 4662 dan Muslim, 1679 dari Abu Bakrah radhiallahu anhu dari Nabi sallallahu alaihi wa sallam bersabda:


السَّنَةُ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا , مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ , ثَلاثٌ مُتَوَالِيَاتٌ : ذُو الْقَعْدَةِ وَذُو الْحِجَّةِ وَالْمُحَرَّمُ , وَرَجَبُ مُضَرَ الَّذِي بَيْنَ جُمَادَى وَشَعْبَانَ

“Setahun itu ada dua belas bulan, diantaranya (ada) empat bulan Haram, tiga (bulan) berurutan, Dzulqaidah, Dzulhijjah dan Muharam serta Rajab Mudhar yang terdapat di antara (bulan) Jumadi Tsani dan Sya’ban.”

Bulan-bulan ini dinamakan bulan haram karena dua hal;
1. Karena pada bulan-bulan ini diharamkan berperang, kecuali musuh memulai (perang).
2. Sebagai penghormatan. Maksudnya jika ada perbuatan yang haram dilanggar, maka pada bulan-bulan ini bobotnya lebih berat dibandingkan pada bulan-bulan lainnya.
Oleh karena itu, Allah Ta’ala memperingatkan agar tidak terjerumus dalam kemaksiatan pada bulan-bulan ini, berdasarkan firmanNya: “Maka janganlah kamu menganiaya diri kamu dalam bulan yang empat itu.” QS. At-Taubah: 36, meskipun melakukan kemaksiatan diharamkan dan dilarang pada bulan-bulan ini dan lainnya, akan tetapi pada bulan-bulan ini sangat diharamkan.

As-Sya’di rahimahullah berkata (dalam tafsirnya) pada hal. 373: “Firman Allah;


‘فَلا تَظْلِمُوا فِيهِنَّ أَنْفُسَكُمْ

" Maka janganlah kamu menganiaya diri kamu dalam bulan yang empat itu."

Ada kemungkinan dhamir (kata ganti pada ayat tersebut) kembali kepada dua belas bulan. Dengan demikian, Allah menjelaskan bahwa bulan-bulan tersebut telah ditetapkan ketentuannya bagi para hamba-Nya, agar mereka meramaikannya dengan ketaatan (kepadaNya) seraya bersyukur kepada Allah atas karunia yang Dia berikan kepadanya serta mengarahkannya untuk kebaikan para hamba dan agar tidak melakukan perbuatan aniaya terhadap diri sendiri di dalamnya.

Ada kemungkinan dhamir (kata ganti pada ayat tersebut) kembali kepada empat bulan Haram. Ini berarati merupakan larangan khusus bagi mereka untuk berbuat zalim pada bulan-bulan itu, meskipun larangan berbuat zalim berlaku bagi setiap waktu. Karena bobot keharamannya (di bulan haram) bertambah dan karena kezaliman pada (bulan-bulan haram) lebih berat dibandingkan dengan bulan-bulan lainnya.”
Adapun sebagian dari saudara kita yang suka mengamalkan doa dan puasa dibulan rajab Berikut ini adalah Berikut keterangannya : 
 
‘Ubaidullah bin Umar dari Za`idah bin Abu Ar Ruqad dari Ziyad An Numairi dari Anas bin Malik, ia berkata, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam apabila memasuki bulan Rajab, maka beliau berdoa,


اللَّهُمَّ بَارِكْ لَنَا فِى رَجَبٍ وَشَعْبَانَ وَبَلِّغْنَا رَمَضَانَ

“Allāhummaa bārik lanā fī Rajab-a wa Shaʻbān-a wa balligh-nā shahra Ramaḍān-a

“Ya Allah, berkahilah kami di bulan Rajab dan Sya’ban serta sampaikanlah kami ke bulan Ramadhan”. ( Hadis Riwayat Imam Ahmad dalam musnadnya (1/259), Ibnu Suniy dalam ’Amalul Yaum wal Lailah, Al Baihaqi dalam Syu’abul Iman (3/1399), An Nawawi dalam Al Adzkar (245)


نَوَيْتُ صَوْمَ شَهْرِ رَجَبْ سُنَّةً لِلِه تَعَالَى

NAWAITU SAUMA SYAHRI RAJAB SUNNATAN LILLAHI TA’ALA
“Saya niat puasa bulan Rajab, sunnah karena Allah ta’ala”

niat puasa rajab
صُمْ مِنْ الْحُرُمِ وَاتْرُكْ

“Puasalah pada bulan-bulan Al Hurum (bulan Rajah, Dzulqa’dah, Dzulhijjah, dan Muharram, -Penerj.) dan hentikanlah (beliau mengucapkannya sebanyak tiga kali).” HR. Abu Dawud no. 2428 dan didhaifkan oleh Al-Albani dalam Dhaif Abi Dawud). 
Setelah Menyimak redaksi-redasik hadist diatas, ada beberapa Pendapan para ulama yang harus kita perhatikan dengan seksama supaya kita lebih bijak dalam mengambil sesuatu yang berdasarkan pada keterangan Nabi SAW. Berikut pembahasan mengenai Niat Puasa. 
Ada tiga pendapat mengenai hukum melafalkan niat dalam ibadah.
  • Pendapat yang mengatakan sunnah, agar ucapan lidah dapat membantu memantapkan hati dalam niat ibadah. Pendapat ini diikuti oleh madzhab Hanafi dalam pendapat yang mukhtar, madzhab Syafi’i, dan madzhab Hanbali sesuai dengan kaedah madzhab. Hal ini sebagaimana ditegaskan oleh Ibnu Nujaim dalam al-Asybah wa al-Nazhair hal. 48, al-Imam al-Khathib al-Syirbini dalam Mughni al-Muhtaj juz 1 hal. 57, dan al-Imam al-Buhuti al-Hanbali dalam Kasysyaf al-Qina’ juz 1 hal. 87.
  • Pendapat yang mengatakan bahwa melafalkan niat dalam ibadah adalah makruh. Pendapat ini diikuti oleh sebagian ulama madzhab Hanafi dan sebagian ulama madzhab Hanbali. Hal ini juga diceritakan oleh Ibnu Nujaim dalam al-Asybah wa al-Nazhair hal. 48 dan al-Buhuti dalam Kasysyaf al-Qina’ juz 1 hal. 87.
  • Pendapat yang mengatakan bahwa melafalkan niat dalam ibadah adalah boleh (mubah), akan tetapi sebaiknya ditinggalkan. Kecuali bagi orang yang waswas, maka melafalkan niat disunnahkan baginya, untuk menghilangkan keraguannya. Hal ini sebagaimana ditegaskan oleh Ibnu Arafah dalam Hasyiyah al-Dusuqi ‘ala al-Syarh al-Kabir juz 1 hal. 233-234 dan al-Shawi dalam al-Syarh al-Shaghir juz 1 hal. 304.

Demikian pendapat para ulama fuqaha madzhab empat tentang hukum melafalkan niat dalam ibadah. Sedangkan dalil yang dijadikan dasar para ulama yang menganjurkan melafalkan niat dalam ibadah adalah hadits sebagai berikut ini:

عن أَنَسٍ قَالَ سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُوْلُ لَبَّيْكَ بِعُمْرَةٍ وَحَجٍ. رَوَاهُ مُسْلِمٌ.

“Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu berkata: “Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berkata (ketika akan menunaikan ibadah haji dan umrah): “Aku penuhi panggilan-Mu, untuk menunaikan ibadah umrah dan haji.” HR Muslim.

Dalam hadits di atas, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasalmam melafalkan niat dalam ibadah haji dan umrah. Apabila dalam satu ibadah, melafalkan niat itu dianjurkan, maka dalam ibadah lainnya juga dianjurkan, karena sama-sama ibadah. Dalam hadits lain juga diriwayatkan:

عَنْ عَائِشَة َأَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ يَوْمًا : هَلْ عِنْدَكُمْ مِنْ غَدَاءٍ ؟ قَالَتْ لَا ، قَالَ : فَإِنِّي إذَنْ أَصُومُ ، قَالَتْ : وَقَالَ لِي يَوْمًا آخَرَ أَعِنْدَكُمْ شَيْءٌ ؟ قُلْتُ نَعَمْ ، قَالَ : إذَنْ أُفْطِرُ وَإِنْ كُنْتُ فَرَضْتُ الصَّوْمَ ” رَوَاهُ الدَّارَقُطْنِيّ وَصَحَّحَ إسْنَادَهُ

“Diriwayatkan dari Aisyah, bahwa pada suatu hari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam berkata kepadanya: “Apakah kalian mempunya makanan untuk sarapan?” Ia menjawab: “Tidak ada.” Lalu beliau bersabda: “Kalau begitu, aku berniat puasa.” Aisyah berkata: “Suatu hari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam berkata kepadaku: “Apakah kalian mempuanyai sesuatu (makanan)?” Aku menjawab: “Ya.” Beliau bersabda: “Kalau begitu, aku niat berbuka, meskipun tadi aku bermaksud puasa.” HR. al-Daraquthni dan ia menshahihkan sanadnya.”

Dalam hadits di atas, jelas sekali Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam melafalkan niatnya untuk menunaikan ibadah puasa. Dalam ibadah puasa, melafalkan niat disunnahkan, berarti dalam ibadah yang lain juga dianjurkan karena sama-sama ibadah.

Perlu diketahui, bahwa dalam niat puasa, tidak harus menggunakan redaksi nawaitu shauma ghadin (saya niat puasa besok), bahkan boleh juga dengan redaksi ashumu ghadan (aku niat puasa besok) atau inni sha’imun ghadan (sungguh aku puasa besok). Demikian pula, dalam niat shalat, tidak harus dengan redaksi ushalli (saya niat shalat). Niat itu Urusan hati, Jadi tidak mesti di ucapkan.

Timbul Pertanyaan Dalam Hati Kita Apa Ada amalan Khusus Pada Bulan Rajab, Bagaimana Hukumnya Kita Melaksanakan Puasa Bulan Rajab? Saya Kutip jawabnya dari : https://konsultasisyariah.com/


Tidak terdapat amalan khusus terkait bulan Rajab, baik bentuknya shalat, puasa, zakat, maupun umrah. Mayoritas ulama menjelaskan bahwa hadis yang menyebutkan amalan di bulan Rajab adalah hadis dhaif dan tertolak.

Ibnu Hajar mengatakan,

لم يرد في فضل شهر رجب ، ولا في صيامه ، ولا في صيام شيء منه معين ، ولا في قيام ليلة مخصوصة فيه حديث صحيح يصلح للحجة ، وقد سبقني إلى الجزم بذلك الإمام أبو إسماعيل الهروي الحافظ

“Tidak terdapat riwayat yang sahih yang layak dijadikan dalil tentang keutamaan bulan Rajab, tidak pula riwayat yang shahih tentang puasa rajab, atau puasa di tanggal tertentu bulan Rajab, atau shalat tahajud di malam tertentu bulan rajab. Keterangan saya ini telah didahului oleh keterangan Imam Al-Hafidz Abu Ismail Al-Harawi.” (Tabyinul Ujub bi Ma Warada fi Fadli Rajab, hlm. 6)

Keterangan yang sama juga disampaikan oleh Imam Ibnu Rajab. Dalam karyanya yang mengupas tentang amalan sepanjang tahun, yang berjudul Lathaiful Ma’arif, beliau menegaskan tidak ada shalat sunah khusus untuk bulan rajab,


لم يصح في شهر رجب صلاة مخصوصة تختص به و الأحاديث المروية في فضل صلاة الرغائب في أول ليلة جمعة من شهر رجب كذب و باطل لا تصح و هذه الصلاة بدعة عند جمهور العلماء

“Tidak terdapat dalil yang sahih tentang anjuran shalat tertentu di bulan Rajab. Adapun hadis yang menyebutkan keutamaan shalat Raghaib di malam Jumat pertama bulan Rajab adalah hadis dusta, batil, dan tidak sahih. Shalat Raghaib adalah bid’ah, menurut mayoritas ulama.” (Lathaiful Ma’arif, hlm. 213)

Terkait masalah puasa di bulan Rajab, Imam Ibnu Rajab juga menegaskan,

لم يصح في فضل صوم رجب بخصوصه شيء عن النبي صلى الله عليه و سلم و لا عن أصحابه و لكن روي عن أبي قلابة قال : في الجنة قصر لصوام رجب قال البيهقي : أبو قلابة من كبار التابعين لا يقول مثله إلا عن بلاغ و إنما ورد في صيام الأشهر الحرم كلها

“Tidak ada satu pun hadis sahih dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang keutamaan puasa bulan Rajab secara khusus. Hanya terdapat riwayat dari Abu Qilabah, bahwa beliau mengatakan, ‘Di surga terdapat istana untuk orang yang rajin berpuasa di bulan Rajab.’ Namun, riwayat ini bukan hadis. Imam Al-Baihaqi mengomentari keterangan Abu Qilabah, ‘Abu Qilabah termasuk tabi’in senior. Beliau tidak menyampaikan riwayat itu, melainkan hanya kabar tanpa sanad.’ Riwayat yang ada adalah riwayat yang menyebutkan anjuran puasa di bulan haram seluruhnya” (Lathaiful Ma’arif, hlm. 213)

Keterangan Ibnu Rajab yang menganjurkan adanya puasa di bulan haram, ditunjukkan dalam hadis dari Mujibah Al-Bahiliyah dari bapaknya atau pamannya, Al-Bahily. Sahabat Al-Bahily ini mendatangi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, setelah bertemu dan menyatakan masuk islam, beliau kemudian pulang kampungnya. Satu tahun kemudian, dia datang lagi menemui Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.

“Ya Rasulullah, apakah anda masih mengenal saya.” Tanya Kahmas,
“Siapa anda?” tanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
“Saya Al-Bahily, yang dulu pernah datang menemui anda setahun yang lalu.” Jawab sahabat
“Apa yang terjadi dengan anda, padahal dulu anda berbadan segar?” tanya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
“Saya tidak pernah makan, kecuali malam hari, sejak saya berpisah dengan anda.” Jawab sahabat.

Menyadari semangat sahabat ini untuk berpuasa, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menasehatkan,


لِمَ عَذَّبْتَ نَفْسَكَ، صُمْ شَهْرَ الصَّبْرِ، وَيَوْمًا مِنْ كُلِّ شَهْرٍ

Mengapa engkau menyiksa dirimu. Puasalah di bulan sabar (ramadhan), dan puasa sehari setiap bulan.

Namun Al-Bahily selalu meminta tambahan puasa sunah,

“Puasalah sehari tiap bulan.” Orang ini mengatakan, “Saya masih kuat. Tambahkanlah!” “Dua hari setiap bulan.” Orang ini mengatakan, “Saya masih kuat. Tambahkanlah!” “Tiga hari setiap bulan.” Orang ini tetap meminta untuk ditambahi. Sampai akhirnya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memberikan kalimat pungkasan,


صُمْ مِنَ الحُرُمِ وَاتْرُكْ، صُمْ مِنَ الحُرُمِ وَاتْرُكْ، صُمْ مِنَ الحُرُمِ وَاتْرُكْ

“Berpuasalah di bulan haram, lalu jangan puasa (kecuali ramadhan)…, Berpuasalah di bulan haram, lalu jangan puasa…, Berpuasalah di bulan haram, lalu jangan puasa.” (HR. Ahmad, Abu Daud, Al-Baihaqi dan yang lainnya. Hadis ini dinilai sahih oleh sebagian ulama dan dinilai dhaif oleh ulama lainnya).

Bulan haram artinya bulan yang mulia. Allah memuliakan bulan ini dengan larangan berperang. Bulan haram, ada empat: Dzulqa’dah, Dzulhijjah, Muharram, dan Rajab.
Puasa di Bulan Haram

Hadis Mujibah Al-Bahiliyah menceritakan anjuan untuk berpuasa di semua bulan haram, sebagaimana yang ditegaskan Ibnu Rajab. Itupun anjuran puasa ini sebagai pilihan terakhir ketika seseorang hendak memperbanyak puasa sunah, sebagaimana yang disarankan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada sahabat Al-Bahily. Karena itu, terlalu jauh ketika hadis ini dijadikan dalil anjuran puasa di bulan rajab secara khusus, sementara untuk bulan haram lainnya, kurang diperhatikan. Karena praktek yang dilakukan beberapa ulama, mereka berpuasa di seluruh bulan haram, tidak hanya bulan rajab. Sebagaimana dinyatakan oleh Ibnu Rajab,


قد كان بعض السلف يصوم الأشهر الحرم كلها منهم ابن عمر و الحسن البصري و أبو اسحاق السبيعي و قال الثوري : الأشهر الحرم أحب إلي أن أصوم فيها

Beberapa ulama salaf melakukan puasa di semua bulan haram, di antaranya: Ibnu Umar, Hasan Al-Bashri, dan Abu Ishaq As-Subai’i. Imam Ats-Tsauri mengatakan, “Bulan-bulan haram, lebih aku cintai untuk dijadikan waktu berpuasa.” (Lathaiful Ma’arif, hlm. 213).
Para Sahabat Melarang Mengkhususkan Rajab untuk Puasa

Kebiasaan mengkhususkan puasa di bulan rajab telah ada di zaman Umar radhiyallahu ‘anhu. Beberapa tabiin yang hidup di zaman Umar bahkan telah melakukannnya. Dengan demikian, kita bisa mengacu bagaimana sikap sahabat terhadap fenomena terkait kegiatan bulan rajab yang mereka jupai.

Berikut beberapa riwayat yang menyebutkan reaksi mereka terhadap puasa rajab. Riwayat ini kami ambil dari buku Lathaiful Ma’arif, satu buku khusus karya Ibnu Rajab, yang membahas tentang wadzifah (amalan sunah) sepanjang masa,

روي عن عمر رضي الله عنه : أنه كان يضرب أكف الرجال في صوم رجب حتى يضعوها في الطعام و يقول : ما رجب ؟ إن رجبا كان يعظمه أهل الجاهلية فلما كان الإسلام ترك

Diriwayatkan dari Umar bin Khatab radhiyallahu ‘anhu, bahwa beliau memukul telapak tangan beberapa orang yang melakukan puasa rajab, sampai mereka meletakkan tangannya di makanan. Umar mengatakan, “Apa rajab? Sesungguhnnya rajab adalah bulan yang dulu diagungkan masyarakat jahiliyah. Setelah islam datang, ditinggalkan.”

Dalam riwayat yang lain,


كرِهَ أن يَكونَ صِيامُه سُنَّة

“Beliau benci ketika puasa rajab dijadikan sunah (kebiasaan).” (Lathaif Al-Ma’arif, 215).

Dalam riwayat yang lain, tentang sahabat Abu Bakrah radhiyallahu ‘anhu,

أنه رأى أهله قد اشتروا كيزانا للماء واستعدوا للصوم فقال : ما هذا ؟ فقالوا: رجب. فقال: أتريدون أن تشبهوه برمضان ؟ وكسر تلك الكيزان

Beliau melihat keluarganya telah membeli bejana untuk wadah air, yang mereka siapkan untuk puasa. Abu Bakrah bertanya: ‘Puasa apa ini?’ Mereka menjawab: ‘Puasa rajab’ Abu Bakrah menjawab, ‘Apakah kalian hendak menyamakan rajab dengan ramadhan?’ kemudian beliau memecah bejana-bejana itu. (Riwayat ini disebutkan oleh Ibnu Qudamah dalam Al-Mughni 3/107, Ibn Rajab dalam Lathaif hlm. 215, Syaikhul Islam dalam Majmu’ Fatawa 25/291, dan Al-Hafidz ibn Hajar dalam Tabyi Al-Ujb hlm. 35)

Ibnu Rajab juga menyebutkan beberapa riwayat lain dari beberapa sahabat lainnya, seperti Ibnu Umar dan Ibnu Abbas, bahwa mereka membenci seseorang yang melakukan puasa rajab sebulan penuh.

Sikap mereka ini menunjukkan bahwa mereka memahami bulan rajab bukan bulan yang dianjurkan untuk dijadikan waktu berpuasa secara khusus. Karena kebiasaan itu sangat mungkin, tidak mereka alami di zaman Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
 


Demikianlah sedikit pembahasan mengenai Niat Puasa  Mudah-mudahan pembahasan diatas sedikitnya menjadi ilmu buat kita, karena didalam urusan ibdah harus ada SK, Surat Perintah Untuk Melaksanakan Ibdan Tersebut. 
Facebook Twitter Google+
Back To Top