Doa Awal Bulan. Ada beberapa istilah yang sering muncul ketika menjelang bulan Ramadhan, Syawal dan Dzulhijjah, yaitu ru-yah dan hisab. Banyak media yang memberitakan ru-yah dan hisab pada bulan-bulan tersebut, tetapi tidak banyak media yang menjelaskan banyak hal tentang ru-yah dan hisab, padahal masih banyak umat Islam yang belum mengetahui seluk beluk ru-yah dan hisab.
Tulisan ini membahas beberapa hal yang berkaitan dengan ru-yah dan hisab. Dengan dibuatnya tulisan ini diharapkan semakin banyak umat Islam yang lebih memahami tentang ru-yah dan hisab. Amiin. Tulisan ini masih jauh dari sempurna, karena itu kritik, komentar, dan saran sangat penulis harapkan. Semoga tulisan ini bermanfaat untuk kita semua.
Doa Awal Bulan Tanggal Satu (Doa Melihat Hilal) Bahasa Arab, Latin dan Artinya
Doa Melihat HIlal
اللهُمَّ أَهِلَّهُ عَلَينَا بِالأَمْنِ وَالإِيْـمَانِ وَالسَّلَامَةِ وَالِإسْلَامِ وَالتَّوفِيقِ لِـمَا تُـحِبُّ وَتَرضَى رَبُّناَ وَ رَبُّكَ اللهُ
ALLAHUMMA AHILLAHUU ‘ALAINAA BIL AMNI WAL IIMAAN, WAS-SALAAMATI WAL ISLAM, WAT-TAUFIIQ LIMAA TUHIBBU WA TARDHAA, RABBUNAA WA RABBUKA ALLAH.
Allahu akbar, Yaa Allah munculkanlah hilal itu pada kami dengan membawa keamanan dan keimanan, keselamatan dan islam, dan membawa taufiq kepada apa yang Engkau cintai dan Engkau ridlai. Rab kami dan Rab kamu (wahai bulan) adalah Allah.
Hadis selengkapnya:
Dari Ibnu Umar radhiyallahu 'anhuma, beliau mengatakan,
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا رَأَى الْهِلَالَ، قَالَ: «اللَّهُمَّ أَهِلَّهُ عَلَيْنَا بِالْأَمْنِ ...
bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam apabila melihat hilal, beliau berdoa:
... ALLAHUMMA AHILLAHUU ‘ALAINAA BIL AMNI ...
[HR. Ahmad dalam musnadnya 888, Ad-Darimi dalam sunannya, 1729, At-Thabrani dalam Mu’jam al-Kabir 13330. Hadis ini digolongkan hadis shahih li ghairi oleh Al-Albani dalam As-Shahihah, no. 1816 dan dinilai shahih oleh Syu’aib Al-Arnauth dalam Ta’liq Musnad Ahmad, 3/171].
Keterangan:
1. Doa ini hanya dibaca ketika seseorang melihat hilal di awal bulan. Karena itu, bagi yang tidak melihat hilal, tidak disyariatkan membaca doa ini ketika masuk awal bulan. (Sebagaimana keterangan Syaikh Dr. Said Al-Qahthani dalam Syarh Hisnul Muslim, hlm. 262)
2. Tidak dianjurkan membaca doa ini sambil menghadap ke hilal, namun yang teap dengan menghadap ke arah kiblat.
Syaikh Al-Albani mengatakan:
“Banyak orang menghadap ke bulan (hilal) ketika membaca doa ini. Sebagaimana mereka menghadap ke arah kuburan ketika mendoakan mayit. Dan semua ini tidak boleh. Mengingat ketentuan dalam syariah:
لا يستقبل بالدعاء الا ما يستقبل بالصلاة
“Tidak boleh menghadapkan diri ketika berdoa kecuali ke arah kiblat shalat”
Sungguh indah apa yang diriwayatkan Ibnu Abi Syaibah (no. 9729), dari Ali bin Abi Thalib, bahwa beliau mengatakan:
إِذَا رَأَى أَحَدُكُمُ الْهِلَالَ، فَلَا يَرْفَعْ بِهِ رَأْسًا، إِنَّمَا يَكْفِي مِنْ أَحَدِكُمْ أَنْ يَقُولَ: رَبِّي وَرَبُّكَ اللَّهُ
“Apabila kalian melihat hilal, janganlah menengadahkan kepalanya ke arah hilal (untuk berdoa), tapi cukup berdoa dengan mengucapkan: ...RABBII WA RABBUKA ALLAH.”
Kemudian dari Ibnu Abbas bahwa beliau membenci seseorang menghadapkan wajahnya ke arah hilal untuk berdoa. Namun cukup dia menghadap sebentar kemudian ke arah yang lain dan memmbaca doa: ALLAHU AKBAR... (Ta’liq ala Al-Kalimut Thayyib, no. 162, dinukil dari Syarh Hisnul Muslim, hlm. 263)
Pengertian Hilal (هلال) = Awal Bulan.
Bulan yang mengitari Bumi memiliki fase tersendiri dalam setiap putarannya selama 29-30 hari/bulan. Setiap fase memiliki tanda/bentuk tersendiri, seperti bulan sabit, setengah purnama, purnama, bulan mati, dan sebagainya. Hilal termasuk suatu fase awal bulan yang dapat dilihat oleh seseorang, secara singkatnya hilal adalah bulan sabit.
Hilal ini ada pada setiap bulan, jadi istilah hilal tidak hanya dipakai ketika bulan Ramadhan, Syawal, Dzulhijjah saja (bulan tersebut merupakan bulan-bulan hijriyah ketika istilah hilal menjadi sangat terkenal), tetapi untuk semua bulan hijriyah.
Ru-yah (رؤْية) = Penglihatan.
Dalam konteks bulan hijriyah yang dimaksud dengan ru-yah adalah ru’yah hilal yaitu melihat hilal dengan cara melihatnya dengan mata langsung atau melalui alat bantu (teropong dan alat astronomi lainnya).
(Catatan : Harap bedakan antara ru-yah (رؤْية) dengan Ruqyah (رقيه) dan ru-ya (رؤْيا) . Ruqyah secara bahasa adalah jampi-jampi/ucapan/mantra. Ruqyah terbagi menjadi dua, Ruqyah Syar’iyah (Ruqyah yang sesuai syari’at Islam) dan Ruqyah yang bukan Syar’i (Ruqyah yang tidak sesuai dengan syari’at Islam). Sedangkan ru-ya adalah mimpi (lebih khusus mimpi yang baik). Masalah Ruqyah dan ru-ya lebih lanjut perlu dijelaskan secara terpisah.
Hisab (حساب) = Perhitungan.
Dalam konteks bulan hijriyah yang dimaksud dengan hisab adalah suatu metode perhitungan untuk menentukan tanggalan (termasuk awal dan akhir bulan) hijriyah.
Cara Menentukan Hilal Cara Cara menentukan Hilal :
Ru-yah
Ru-yah biasa dilakukan pada hari ke 29 (yaitu pada sore harinya menjelang/setelah maghrib) suatu bulan Hijriyah.
Ikmal (إكمال = penyempurnaan)
Jika Hilal tidak terlihat pada proses ru-yah, maka bulan hijriyah tersebut disempurnakan/digenapkan menjadi 30 hari.
Hisab
Ahli hisab membuat suatu metode perhitungan sehingga terbuatlah suatu jadwal/kalender Hijriyah dalam setiap bulan/tahunnya.
Ru-yah dan Ikmal merupakan istilah yang berhubungan, karena jika ru-yah tidak dapat dilakukan maka ikmal 30 hari akan dilakukan. Dengan alasan itu maka wajar saja jika seolah-olah hanya ada dua cara menentukan Hilal, yaitu ru-yah dan hisab.
Mayoritas umat Islam di dunia menggunakan cara ru-yah untuk menentukan Hilal Ramadhan&Syawal, termasuk pemerintah Indonesia. Walau begitu tetap ada sebagian Muslim yang memilih menggunakan cara hisab (baik hisab murni maupun tidak), di Indonesia Muhammadiyah merupakan salah satu contoh yang paling vokal.
L.1. Ru-yah
Penentuan Hilal melalui ru-yah juga memiliki beberapa perbedaan pendapat :
Satu ru-yah untuk semua negeri.
Maksudnya : Jika suatu negeri telah menyatakan telah melihat Hilal melalui ru-yah dengan terpercaya dan terbukti, maka negeri lain wajib mengikutinya walaupun negeri tersebut tidak melihat Hilal di negerinya sendiri.
Contoh : Jika Arab Saudi telah menyatakan telah melihat hilal, negara-negara lain di seluruh dunia yang belum melihat hilal harus mengikuti hasil ru-yah Arab Saudi.
Pendapat satu ru-yah untuk semua negeri ini adalah pendapat jumhur (mayoritas) ulama, sebagaimana yang telah dijelaskan oleh Sayyid Sabiq rahimahullah dalam Fiqhu as-Sunnah (Juz 1) :
ذهب الجمهور: إلى أنه لا عبرة باختلاف المطالع.
فمتى رأى الهلال أهل بلد، وجب الصوم على جميع البلاد لقول الرسول صلى الله عليه وسلم ” صوموا لرؤيته، وافطروا لرؤيته “.
وهو خطاب عام لجميع الامة فمن رآه منهم في أي مكان كان ذلك رؤية لهم جميعا.
Pendapat Jumhur : Tidak ada perbedaan mathla (tempat muncul hilal), maka penduduk negeri apa saja yang telah melihat hilal, maka seluruh negeri wajib shaum sebagaimana hadits Rasulullah, “Shaumlah kalian karena melihat hilal (awal Ramadhan), dan berbukalah kalian karena melihat hilal (awal Syawwal)”. Ucapan tersebut adalah umum untuk semua umat, maka barangsiapa di antara mereka yang telah melihat hilal di tempat mana saja, maka itu adalah ru-yah bagi mereka semua (Fiqhu as-Sunnah Juz 1).
Satu ru-yah untuk satu negeri dan negeri yang berdekatan.
Maksudnya : Jika suatu negeri telah menyatakan telah melihat Hilal melalui ru-yah dengan terpercaya dan terbukti, maka negeri yang berdekatan wajib mengikutinya walaupun negeri tersebut tidak melihat Hilal di negerinya sendiri.
Contoh : Jika Indonesia telah menyatakan telah melihat hilal, negara-negara tetangga Indonesia (Malaysia, Brunei, Filipina, Thailand, dsj) yang belum melihat hilal harus mengikuti hasil ru-yah Indonesia.
Ini adalah pendapat sebagian ulama Syafi’iyyah.
Setiap negeri memiliki ru-yah masing-masing.
Maksudnya : Jika suatu negeri telah menyatakan telah melihat Hilal melalui ru-yah dengan terpercaya dan terbukti, maka negeri lain tidak wajib mengikutinya jika mereka tidak melihat Hilal di negerinya sendiri.
Contoh : Jika Arab Saudi telah menyatakan telah melihat hilal, negara-negara lain di seluruh dunia yang belum melihat hilal tidak harus mengikuti hasil ru-yah Arab Saudi, melainkan mengandalkan hasil ru-yah di negerinya sendiri.
Ini adalah pendapat Ikrimah, Qasim bin Muhammad, Salim, Ishaq rahimahumullah, dan pendapat yang dipilih oleh sebagian ulama Syafi’iyyah.
Ketiga pendapat dalam masalah ru-yah Hilal tersebut memiliki dalil/argumen yang sama (dengan pemahaman yang berbeda), yaitu suatu hadits riwayat Bukhari dan Muslim :
صُومُوا لِرُؤْيَتِهِ وَأَفْطِرُوا لِرُؤْيَتِهِ فَإِنْ غُبِّيَ عَلَيْكُمْ فَأَكْمِلُوا عِدَّةَ شَعْبَانَ ثَلَاثِينَ
Rasulullah bersabda, “Shaumlah kalian karena melihat hilal (awal Ramadhan), dan berbukalah kalian karena melihat hilal (awal Syawwal). Jika (hilal) tertutup atas kalian, maka sempurnakanlah jumlah Sya’ban 30 hari.”
Sedangkan pendapat setiap negeri memiliki ru-yah masing-masing memiliki tambahan dalil dari hadits Kuraib / Ibnu Abbas :
: قدمت الشام، واستهل علي هلال رمضان وأنا بالشام، فرأيت الهلال ليلة الجمعة.
ثم قدمت المدينة في آخر الشهر، فسألني
ابن عباس - ثم ذكر الهلال - فقال: متى رأيتهم الهلال؟ فقلت: رأيناه ليلة الجمعة فقال: أنت رأيته؟ فقلت: نعم، ورآه الناس، وصاموا، وصام معاوية، فقال: لكنا رأيناه ليلة السبت، فلا نزال نصوم حتى نكمل ثلاثين، أو نراه، فقلت: ألا تكتفي برؤية معاوية وصيامه؟ فقال: لا…هكذا أمر رسول الله صلى الله عليه وسلم.
Kuraib berkata : Aku tiba di Syam, lalu diumumkan tentang hilal Ramadhan ketika aku masih di Syam. Aku melihat hilal pada malam Jum’at. Lalu aku tiba di Madinah pada akhir bulan (Ramadhan), lalu Ibnu Abbas menanyakanku –lalu ia menyebut hilal–. Ibnu Abbas bertanya, “Kapan mereka melihat hilal?” Aku menjawab, “Kami melihat hilal pada malam Jum’at.” Ibnu Abbas bertanya, “Kamu melihat hilal?” Aku menjawab, “Ya, dan orang-orang melihat hilal, lalu mereka shaum, dan Mu’awiyah juga shaum.” Ibnu Abbas berkata, “Tapi kami melihatnya pada malam Sabtu, maka kami tidak berhenti shaum hingga kami menyempurnakan 30 hari atau kami melihat hilal.” Aku bertanya, “Apakah tidak cukup bagimu ru-yah Mu’awiyah dan shaumnya?” Ibnu Abbas menjawab, “Tidak, begitulah Rasulullah telah memerintahkan (kami).” << Ahmad, Muslim, dan Tirmidzi. Tirmidizi berkata : Hasan, Shahih, Gharib >>
L.2. Hisab
Walaupun ru-yah merupakan cara yang paling banyak dipakai dalam menentukan awal/akhir bulan Hijriyah, sebagian Muslim memakai ilmu hisab dengan memperhitungkan gerak Bulan mengitari Bumi, bahkan ilmu hisab saat ini sudah didukung dengan alat-alat astronomi dengan teknologi yang canggih.
Dalil diperbolehkannya hisab dipakai dalam menentukan awal/akhir bulan adalah :
Menentukan awal bulan Hijiriyah (secara umum : semua bulan hijiryah) pada dasarnya termasuk dalam permasalahan dunia.
Kaidah dalam permasalahan dunia adalah segala sesuatu adalah boleh kecuali jika ada dalil yang melarangnya. Apalagi dengan ilmu hisab ini dapat membantu umat Muslim di seluruh dunia, baik dalam permasalahan dunia bahkan juga dalam beberapa permasalahan agama (seperti waktu shalat dan hisab awal ramadhan/syawal/dzulhijjah).
Terdapat perintah dalam Al-Qur’an yang menyuruh umat Muslim mempelajari ilmu hisab, antara lain adalah :
(((يَسْأَلُوْنَكَ عَنِ اْلأَهِلَّةِ قُلْ هِيَ مَوَاقِيْتُ لِلنَّاسِ وَالْحَجِّ )))
((( Mereka bertanya tentang hilal-hilal, katakanlah itu adalah waktu-waktu bagi manusia dan bagi (ibadah) haji [Al-Baqarah (2): 189] )))
((( Dia-lah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya dan ditetapkan-Nya manzilah-manzilah (tempat-tempat) bagi perjalanan bulan itu, supaya kamu mengetahui bilangan tahun dan perhitungan (waktu). Allah tidak menciptakan yang demikian itu melainkan dengan hak. [Yunus (10) : 5] )))
((( Dan Kami jadikan malam dan siang sebagai dua tanda, lalu Kami hapuskan tanda malam dan Kami jadikan tanda siang itu terang, agar kamu mencari karunia dari Tuhanmu dan supaya kamu mengetahui bilangan tahun-tahun dan perhitungan. [ Al-Israa' (17) :12] )))
((( Dia menyingsingkan pagi dan menjadikan malam untuk beristirahat, dan (menjadikan) matahari dan bulan untuk perhitungan. Itulah ketentuan Allah yang Maha Perkasa lagi Maha Mengetahui. [Al-An'am (6) : 96] )))
Beberapa ulama yang menyatakan bolehnya memakai hisab antara lain : Abul Abbas Ahmad bin Amr bin Suraij asy-Syafi’i, Ibnu Hazm, Ibnu Daqiq al-’Iid, dan Muhammad Rasyid Ridha Rahimahumullah (lihat majmu’ah ar-rasaail ats-tsalasah). Ulama-ulama Indonesia juga cukup banyak yang menyatakan bolehnya menggunakan hisab, satu dari mereka adalah A. Hassan rahimahullah (lihat terjemahan dan keterangan A. Hassan dalam Kitab Bulughul Maram).
Pendapat yang Ideal Tentang Ru-yah
Dalam masalah ru-yah, kaum Muslimin saling berbeda pendapat tentang pendapat manakah yang paling kuat dalam penentuan ru-yah, apakah pendapat pertama (satu ru-yah untuk semua negeri), pendapat kedua (satu ru-yah untuk satu negeri dan negeri yang berdekatan), atau pendapat ketiga (setiap negeri memiliki ru-yah masing-masing)? Menurut penulis, pendapat yang paling kuat / mendekati kebenaran adalah pendapat yang pertama, Insya Allah, pendapat yang paling ideal, dan juga merupakan pendapat mayoritas ulama. Hal ini memiliki beberapa alasan antara lain :
Kata “kalian” pada hadits ru-yah berlaku umum untuk semua orang Islam. Jika ada yang melihat Hilal, jujur, terpercaya dan terbukti tanpa memandang perbedaan mathla (tempat munculnya hilal), maka persaksian itu harus diterima.
Umat Islam itu satu, karena itu perlu penyeragaman dalam penentuan Hilal.
Sebagian kalangan meyakini bahwa pendapat ketiga (setiap negeri memiliki ru-yah masing-masing) adalah pendapat yang lebih kuat dengan dalil hadits Kuraib yang sudah disebut sebelumnya dan menyatakan bahwa jika pendapat pertama (satu ru-yah untuk semua negeri) lebih kuat, maka hadits umum tentang ru-yah itu bertentangan/bentrok dengan hadits Kuraib.
Jika direnungkan lagi, sebenarnya hadits Kuraib tidak bertentangan dengan hadits umum tentang ru-yah. Beberapa alasannya adalah :
Pada saat itu negeri-negeri berjauhan dan belum memiliki suatu sistem komunikasi yang canggih dan cepat.
[Ibnu Abbas bertanya, “Kapan mereka melihat hilal?”] Hal ini menandakan bahwa Ibnu Abbas tidak tahu kapan Mu’awiyah yang merupakan seorang khalifah memulai shaum Ramadhan di Syam, dan Ibnu Abbas baru mengetahui hal itu saat Kuraib mengabarinya. Dengan alasan ini pula menandakan bahwa sekalipun Mu’awiyah mengumumkan berita ru-yah di negerinya, tetapi ia tidak menyebarkannya ke negeri yang lain karena pada saat itu belum adanya suatu sistem komunikasi yang cepat (pada saat itu informasi disampaikan melalui utusan yang waktu tempuhnya dapat berhari-hari sehingga tidak efektif untuk urusan seperti hilal ini).
[ Aku tiba di Syam, lalu diumumkan tentang hilal Ramadhan ketika aku masih di Syam. Aku melihat hilal pada malam Jum'at. Lalu aku tiba di Madinah pada akhir bulan (Ramadhan)] Kuraib menyampaikan berita hilal Ramadhan di Syam pada Ibnu Abbas di Madinah pada akhir bulan Ramadhan. Kesimpulannya berita hilal itu sangat telat datang (tapi masih dapat dimaklumi jika melihat kondisi pada saat itu) pada saat shaum sudah berjalan beberapa pekan (hampir sebulan), oleh karena itu Ibnu Abbas menyatakan bahwa mereka (penduduk Madinah) akan meneruskan shaum mereka hingga mereka melihat hilal Syawal atau ikmal. Seandainya berita hilal Ramadhan di Syam bisa tiba tepat waktu di Madinah (dan kondisi seperti ini pada saat itu sangat sulit tercapai), maka belum tentu Ibnu Abbas akan berkata seperti itu.
[Tidak, begitulah Rasulullah telah memerintahkan (kami)] Perkataan Ibnu Abbas ini bisa ditafsirkan dalam beberapa penafsiran, apakah maksudnya adalah (a) Rasulullah memerintahkan ru’yah hilal Ramadhan berlaku di masing-masing negeri atau (b) Rasulullah memerintahkan jika berita hilal Ramadhan dari negeri lain sampai dengan telat pada saat negeri itu sedang shaum beberapa pekan, maka penduduk negeri itu sebaiknya melanjutkan shaum mereka.
Pendapat 4b lebih baik, Insya Allah, daripada 4a sehingga hadits Kuraib ini tidak bentrok dengan hadits hilal secara umum. Seandainya berita hilal Ramadhan di Syam bisa tiba tepat waktu di Madinah (dan kondisi seperti ini pada saat itu sangat sulit tercapai), maka belum tentu Ibnu Abbas akan berkata seperti itu dan Ibnu Abbas sangat mungkin akan mengikuti kesaksian orang-orang yang telah menyatakan melihat hilal Ramadhan di negeri lain.
Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam saja menerima persaksian orang-orang yang melihat hilal tanpa menanyakan di mana mereka melihat hilal :
راءى الناس الهلال، فأخبرت رسول الله صلى الله عليه وسلم أني رأيته، فصام، وأمر الناس بصيامه.
Dari Ibnu Umar Radiyallaahu Anhu : Orang-orang melihat hilal (Ramadhan), lalu berita ru’yah itu disampaikan kepada Rasulullah, maka beliau shaum dan memerintahkan orang-orang untuk shaum. << Abu Dawud, Hakim, dan Ibnu Hibban, ia menshahihkannya >>
N. Dilema ru-yah dan hisab
Faktanya, pada saat ini kebanyakan negeri memilih pendapat ke-3 (sebagian ada yang memilih pendapat ke-2) dalam masalah ru-yah, sehingga masih cukup sering terjadi perbedaan dalam penentuan Hilal. Ego masing-masing negara masih terlihat, padahal seharusnya yang terlihat hanyalah rasa persaudaraan sesama Muslim dan melepas perbedaan negara.
Cukup sering terjadi perbedaan awal bulan Ramadhan dan Syawal di beberapa negeri Muslim di dunia, hal ini disebabkan kebanyakan negeri memilih pendapat ke-3 dalam ru-yah. Anehnya, ketika penentuan awal bulan Dzulhijjah, banyak negara-negara yang mengikuti hasil ru-yah Arab Saudi. Ketika penentuan awal bulan Ramadhan dan Syawal, masing-masing negara kukuh berpendapat dengan hasil ru-yah di negerinya masing-masing, tetapi ketika penentuan awal bulan Dzulhijjah banyak negeri Muslim yang mengikuti hasil ru-yah Arab Saudi. Aneh, kan?
Disinilah cara hisab sebenarnya bisa berperan dengan baik dalam penentuan Hilal. Dengan ilmu hisab yang semakin baik yang dikuasai oleh ahli hisab Muslim, ditambah dengan bantuan alat astromoni dan astronom Muslim, mereka memakai hisab untuk keperluan umat Muslim di seluruh dunia.
Contoh terbaik adalah jadwal shalat 5 waktu untuk seluruh dunia, jadwal tersebut dibuat dengan hisab dan dipakai oleh mayoritas Muslim di dunia, termasuk di Indonesia. Jadwal shalat pada awalnya diketahui dengan cara melihat perubahan posisi matahari (dengan kata lain ru-yah Syamsu/Melihat matahari), tetapi dengan adanya ilmu hisab, jadwal shalat bisa dibuat untuk seluruh tempat di dunia. Kenapa hisab jadwal shalat bisa digunakan di seluruh dunia? Karena perhitungannya hasil hisab –Insya Allah– sama (atau setidaknya hanya selisih sedikit saja beberapa menit) dengan hasil melihat langsung posisi matahari untuk menentukan waktu shalat.
Jadwal shalat 5 waktu yang diterima di seluruh dunia itu dibuat dengan hisab, anehnya ketika ahli hisab (dan astronom Muslim) membuat hisab untuk kalender hijriyah, termasuk penentuan Hilal Ramadan, Syawal dan Dzulhijjah, banyak negeri Muslim yang menolaknya, tetapi mereka memakai hisab (menggunakan kalender Hijriyah) untuk bulan-bulan Hijriyah selain Ramadhan, Syawal dan Dzulhijjah. Anehnya lagi mereka memakai hisab untuk shalat dalam keseharian hidup mereka, tetapi ketika mementukan Hilal mereka menolaknya.
Contoh lainnya dengan adanya hisab, bisa diketahui dengan jelas kapan waktu gerhana bulan atau gerhana matahari, di tempat mana terjadinya, kapan waktunya, dan sebagainya. Dengan adanya informasi seperti itu, kaum Muslimin jadi mengetahui tentang kapan waktu gerhana, dan juga bisa bersiap-siap untuk melakukan salah satu sunnah Rasulullah yaitu shalat gerhana.
Sebenarnya hisab dan ru-yah tidak bertentangan, malah sebaliknya hisab bisa menjadi pendukung ru-yah. Dengan hisab, bisa ditentukan apakah Hilal kemungkinan besar akan terlihat atau tidak. Jika ahli hisab mengatakan ru-yah dapat terlihat di suatu tempat, maka hanya perlu pembuktian dengan ru-yah, dan biasanya –Insya Allah– memang benar (karena perhitungan hisabnya sudah bagus dan semakin baik). Jika ahli hisab dan astronom Muslim mengatakan dengan ilmu hisab dan astronominya bahwa Hilal kemungkinan tidak akan terlihat, maka tinggal buktikan saja dengan ru-yah, simpel kan?
Dengan ilmu hisab dalam penentuan jadwal kalender Hijriyah, termasuk penentuan Hilal Ramadhan, Syawal, dan Dzulhijjah, maka Insya Allah persatuan umat Islam di dunia dalam masalah tanggalan / kalender tahun hijriyah dapat tercapai lagi. Tidak akan ada lagi perbedaan waktu shaum, Idul Fitri dan Idul Adha di seluruh dunia. Alangkah indahnya jika hal tersebut bisa terwujudnya. Jika orang nashrani bisa bersatu merayakan natal setiap tanggal 25 Desember, kita sebagai Muslim lebih berhak untuk bisa bersatu dalam shaum (Ramadhan), Idul Fitri (Syawal), dan Idul Adha (Dzulhijjah).
O. Opini Penulis tentang Penentuan Hilal di Indonesia
Beberapa hal yang biasa dilakukan depag/pemerintah dalam penentuan Hilal.
Cara yang dipakai oleh pemerintah/Depag RI adalah ru-yah, tetapi menurut penulis mereka belum optimal dalam menerapkannya.
Biasanya menugaskan beberapa orang Depag untuk melakukan ru-yah hilal di beberapa tempat di wilayah Indonesia. (Apakah semua tempat di Indonesia akan terjangkau oleh orang Depag, lebih banyak mana antara orang Depag yang diperintahkan melihat Hilal dengan Muslim Indonesia yang juga berpotensi untuk dapat melihat Hilal?)
Jika mayoritas orang Depag menyatakan tidak melihat hilal pada sidang itsbat, maka pendapat itu yang biasanya dipakai.
Biasanya akan melakukan rapat dengan ormas Islam sebelum penentuan awal bulan Ramadhan/Syawal (sidang itsbat), tetapi pendapat yang dipilih biasanya pendapat yang sudah dipilih oleh pemerintah/depag sebelumnya.
Sekalipun banyak Muslim non-Depag atau ormas yang melihat ru-yah dan sudah melaporkannya kepada pemerintah, jika pemerintah/Depag RI sudah memutuskan untuk ikmal maka pasti akan digenapkan (tidak memakai hasil ru-yah orang/pihak lain).
Diberitakan bahwa Depag sudah membeli suatu alat astronomi yang canggih, tetapi penggunaannya secara optimal untuk ru-yah belum diketahui. Apakah benar-benar dipakai atau hanya sekedar pajangan saja.
Biasanya waktu awal Ramadhan, Syawal, dan Dzulhijjah di Indonesia adalah waktu yang telah ditetapkan sesuai dengan kalender yang telah dibuat oleh pemerintah Indonesia. Dan biasanya pula, lama bulan Ramadhan adalah 30 hari.
Cukup sering hasil penentuan Hilal (terutama Ramadhan, Syawal, dan Dzulhijjah) pemerintah/Depag RI berbeda dengan kebanyakan hasil penentuan negeri Muslim lainnya di dunia. Tahun 1427 H dan 1428 H adalah salah satu contohnya (awal Syawal dan Dzulhijjah yang dipakai pemerintah RI berbeda dengan yang dipakai mayoritas negeri Muslim).
Tahun ini (1428 H) Depag sudah memanggil ahli ru-yah dan ahli hisab untuk saling berdiskusi. Semoga mereka dapat berdiskusi dengan baik, saling menerima kebenaran, mau mengakui kekeliruan jika memang terjadi kekeliruan, dan bertujuan untuk mendapat hasil yang terbaik untuk umat Muslim ini (update : ternyata harapan tersebut tidak dapat terwujud pada tahun 1428 H, semoga saja harapan ini dapat terwujud pada tahun-tahun yang akan datang, Amiin).
Beberapa hal yang dilakukan oleh masyarakat/ORMAS Muslim di Indonesia (non depag/pemerintah) dalam penentuan Hilal :
ORMAS paling vokal dalam menerapkan hisab untuk penentuan Hilal adalah Muhammadiyah. Biasanya mereka percaya diri untuk mengumumkan hasil hisabnya jauh hari sebelum hari H.
Ada beberapa ORMAS yang mengikuti rapat Depag tentang penentuan awal bulan yang pada rapat tersebut mereka mengikuti pendapat pemerintah/Depag, tetapi pada kenyataannya (entah secara organisasi maupun personal) mereka menerapkan pendapat yang berbeda dengan apa yang sudah diputuskan tersebut.
Ada beberapa ORMAS pusat yang mengikuti pendapat pemerintah RI, tetapi ORMAS cabangnya tidak mau sependapat dengan ORMAS pusat disebabkan mereka sudah melihat Hilal atau negeri lain ada yang sudah melihat Hilal. Ini pernah terjadi pada sebagian cabang Nahdhatul Ulama.
Ada beberapa orang/ORMAS di Indonesia yang berpegang pada pendapat satu ru-yah untuk semua negeri dan mereka mengambil patokan Arab Saudi. Salah satu contohnya adalah Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (walaupun mereka tidak terlalu vokal dalam menyuarakannya).
Ada beberapa orang/ORMAS di Indonesia yang serius dalam melihat ru-yah dan maksimal untuk dapat menemukannya. Jika mereka melihat ru-yah, mereka akan berpegang pada pendapat tersebut walaupun berbeda dengan keputusan pemerintah RI. Contoh ORMAS ini cukup banyak, salah satunya adalah Front Pembela Islam (FPI).
Ada beberapa orang/ORMAS di Indonesia yang berpegang pada pendapat masing-masing negara memiliki ru-yah masing-masing, mereka mengikuti penentuan Hilal pemerintah RI untuk bulan Ramadhan dan Syawal, tetapi untuk masalah Dzulhijjah mereka mengikuti penentuan Hilal di Arab Saudi. Contohnya adalah sebagian kelompok Salafiyun.
Alhamdulillah, Ramadhan tahun ini (1428 H) hampir semua Muslim di dunia ini memulai shaum pada hari yang sama (13 september 2007). Tapi sepertinya Idul Fitri tahun 1428 ini di Indonesia akan terjadi perbedaan lagi seperti tahun lalu (update : memang telah terjadi perbedaan lagi). Muhammadiyah sudah menentukan (dengan hisab) bahwa Idul Fitri tahun ini kemungkinan akan jatuh pada tanggal 12 Oktober 2007, hal ini berbeda dengan kalender resmi pemerintah Indonesia dan beberapa organisasi Muslim lainnya yang sependapat dengan pemerintah.
Biasanya penulis sependapat dengan Muhammadiyah, karena [biasanya] hisab Muhammadiyah akan sama hasilnya dengan penentuan Hilal di mayoritas negara Muslim lainnya di dunia (contohnya seperti penentuan awal Ramadhan, Syawal dan Dzulhijjah pada tahun 1427 H, hasil hisab mereka sama dengan hasil penentuan Hilal di kebanyakan negeri Muslim lainnya pada tahun tersebut) . Penulis hanya perlu mencari informasi pada malam Idul Fitri (tahun ini pada malam 12 Oktober 2007) tentang penentuan Idul Fitri di beberapa negeri Muslim lainnya (terutama Timur Tengah) untuk pembuktian.
Penulis juga sependapat dengan Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (satu ru-yah untuk semua negeri), oleh karena itu wajar jika Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia dijadikan salah satu sumber penulis untuk mendapat informasi awal bulan Hijriyah (tapi saat ini informasi dapat lebih mudah didapat melalui internet ^^, jadi penulis tidak bergantung untuk mendapat informasi hilal dari beberapa ORMAS di negeri ini).
P. Penutup
Dalam bagian akhir dari tulisan ini, penulis akan memberikan suatu kesimpulan dari apa yang sudah dibahas pada tulisan ini :
Terdapat tiga cara dalam penentuan Hilal bulan Hijriyah, yaitu ru-yah, Ikmal dan hisab.
Terdapat perbedaan pendapat dalam penentuan ru-yah Hilal, yaitu (1) satu ru-yah untuk semua negeri, (2) Satu ru-yah untuk satu negeri dan negeri yang berdekatan dan (3)Masing-masing negeri memiliki ru-yah masing-masing.
Ilmu hisab ialah cara yang boleh dan baik dipakai untuk penentuan Hilal, dan hal ini sebenarnya tidak bertentangan dengan ru-yah.
Jika setiap pemimpin negeri Muslim berkumpul untuk membicarakan masalah ini, lalu memilih pendapat satu ru-yah untuk semua negeri dengan pertimbangan kesatuan umat Islam di seluruh dunia, lalu ditambah dengan dipakainya ilmu hisab yang dibantu dengan teknologi dan alat astronomi yang canggih pada zaman ini, Insya Allah, tidak akan ada istilah lagi umat Islam merayakan hari raya yang sama (Idul Fitri dan Idul Adha) dengan hari/tanggal yang berbeda.
Perbedaan pendapat (dalam hal yang diperbolehkan, bukan menyangkut masalah yang paling penting dari yang paling penting seperti aqidah, iman, dan sebagainya) memang akan sering terjadi, tetapi jika tidak ada satu upaya untuk menyatukannya maka perbedaan tersebut akan terus menjadi perbedaan yang jika tidak disikapi dengan baik maka bisa.